Sejarah Pulau Senggarang

 
Pulau Senggarang adalah obyek wisata yang sayang untuk dilewatkan begitu saja saat berada di Tanjungpinang. Lokasi ini adalah pemukiman etnis Cina yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu di Bintan. Sampai sekarang, para penduduknya yang ramah dan masih memegang teguh adat leluhurnya serta rumah-rumahnya yang berada di pelantar atau di atas air, menjadi keunikan tersendiri yang ditawarkan oleh obyek ini.                                                                                                
                Pulau Senggarang berseberangan dengan Tanjungpinang. Pulau Senggarang sebenarnya, tempatnya sangat nyaman untuk mencari ketenangan atau ingin menjauh dari kehidupan kota. Namun, memang kebanyakan orang yang datang dari Singapura ke Senggarang dengan tujuan untuk sembayang, sebab di Senggarang banyak kelenteng dan memang kelenteng tersebut sudah lama berada disana. Sudah beribu-ribu tahun silam lamanya.
Tempat-tempat tinggal masyarakat di Pulau Sengarang masih banyak yang menggunakan papan kayu sebagai dindingnya, dan rumah-rumah warga masih banyak yang terletak di bibir pantai tepian Senggarang atau di sekitar pelantar. Hampir masing-masing rumah memiliki pelantar yang terbuat dari kayu. Sedangkan bagi mereka yang memiliki banyak uang, pelantarnya terbuat dari semen.
Jika kita mengunjungi Senggarang melewati jalur darat, dan ketika sampai akan kita jumpai gerbang Pulau Senggarang. Begitu mau masuk klenteng, kita akan melewati gerbang ini. Awal saya melihat gerbang tersebut terkesan sangat  kokoh dan kuat sekali. Seakan-akan melindungi barang-barang yang ada didalamnya sana. Lumayan tinggi juga tiang penahan gerbang itu dan gerbang tersebut di cat dengan warna merah. Warna keberuntungan bagi warga Tionghoa.
Lokasi di Senggarang ini lebih dikenal dengan pecinaannya, karena disini terdapat beberapa kelenteng, dan hampir penduduknya juga etnis tionghua dengan rumah panggung dipinggir pantai dengan penopang dari kayu ada juga yang sudah modern dengan beton tapi dilihat dari segi lingkungan lokasi ini masih terlihat primitifnya. Disini terdapat satu Kelenteng yang sangat tua karena dapat terlihat jelas disamping kelenteng tersebut terlihat pohon tua tinggi yang menjalar sampai diatar sisi kelenteng Tian Shang Miao ini. Selain itu juga terdapat kelenteng lain yang mempunyai patung Buddha seribu tangan, patung kawanan Kera Sakti, Patung Dewa Cikung, dll.
Di sekitar Pulau Senggarang terdapat beragam peninggalan sejarah masyarakat Tionghua. Peninggalan sejarah itu diantaranya kelenteng, patung-patung dewa, dan kepercayaan yang ada di Pulau Senggarang. Beberapa peninggalan sejarah itu diantaranya :
1.      Kelenteng Sung Te kong
Kelenteng Sun Te Kong Terletak tidak jauh dari Pelabuhan Sengarang. Kelenteng yang telah berumur sekitar 300 tahun ini merupakan kelenteng tertua di Senggarang. Pendirian dan keberadaan kelenteng ini hampir bersamaan waktunya dengan pasar Sengarang. Pada awalnya, bangunan kelenteng ini masih terlihat sangat sederhana dibandingkan dengan kondisi yang ada pada saat ini, Kelenteng ini terkenal dengan sebutan kuil dewa api, masyarakat keturunan Cina yang datang ke kuil ini berdoa demi memohon kebahagiaan. Kelenteng Sung Te Kong atau kelenteng Dewa Api, dipercayai juga terdapat nilai magis yang melekat bahwa sembahan ditujukan untuk mendapatkan keselamatan di darat. 
2.      Kelenteng Marco
Marco adalah nama dewa penguasa laut yang amat ditakuti oleh orang Cina. menurut kepercayaan apabila melakukan sembahyangan di kelenteng ini, maka ia akan mendapat keselamatan di laut ketika sedang berlayar. Kelenteng Marco terletak di antara kelenteng Sun Te Kong dan kelenteng Tay Tikong. Bentuk bangunanya lebih kecil dari kelenteng Sun Te Kong. Kelenteng ini didirikan pada abad ke-17 oleh masyarakat Cina yang mendiami senggarang. Bangunan ini pernah di pugar pada tahun 1987 oleh masyarakat Cina yang tinggal di Senggarang bagian dalam bangunan ini kemudian di tambah dengan berbagai dekorasi oleh penyempurnaan dibeberapa bagian.

3.      Kelenteng Tay Ti Kong
Kelenteng Tay Tikong dibangun bersamaan dengan kelenteng Marco. Letak kelenteng ini sejajar dengan kelenteng Marco, tetapi bangunannya lebih kecil dan paling ujung. Kelenteng Tay Tikong sampai sekarang masih terawat dengan baik. Kelenteng tay Tikong terkenal dengan sebutan kuil dewa bumi pada masyarakat cina setempat ada kepercayaan apabila berdoa di kuil ini maka sawah mereka akan berhasil panen dengan baik, serta dapat membangun rumah. 
4.      Kelenteng Beringin
Letak kelenteng Beringin (tien Shang Miao) tidak jauh dari pantai. Kelenteng ini diperkirakan sudah berumur 200 tahun. Dahulu kelenteng ini merupakan sebuah rumah tempat tinggal Kapitang. Beliau adalah seorang penghulu di Desa Senggarang. Setelah jabatannya berakhir, rumah ini dijadikan tempat beribadah masyarakat Cina yang tinggal di Senggarang. Karena usianya yang sudah tua, bangunan tersebut banyak ditumbuhi pohon beringin yang menutupi atap dinding bagian luar. Oleh karena itu, kelenteng  ini disebut Kelenteng Beringin. Bangunan rumah pada saat ini sebagian telah hilang, yang tertinggal hanya sebagian saja dan digunakan sebagai tempat ibadah masyarakat keturunan Cina. 
5.      Kelenteng Anio
Kelenteng Anio terletak di tengah-tengah hutan sungai Papa atau Sungai ular di Desa Kampung Bugis. Disebut Sungai Ular karena jalan menuju kelenteng ini bentuknya berkelok-kelok seperti ular. Menurut kepercayaan orang Cina, apabila seseorang belum mendapat jodoh, sembahyangan di kelenteng ini menurut kepercayaan akan segera mendapat jodoh. walaupun usia kelenteng ini sudah mencapai 200 tahun, tetapi keadaanya sampai sekarang masih terawat dengan baik.
6.      Vihara Dharma Sasana
Vihara Dharma Sasana merupakan vihara tertua di Senggarang. Vihara yang dibangun pada abad ke-17 ini terletak di sebuah lereng yang tidak jauh dari kelenteng Sun Te KOng. Keadaanya sampai sekarang masih terawat dengan baik. Vihara ini merupakan tempat ibadah umat Budha yang menganut vegetarian.
Vihara ini berusia 294 tahun. Rata-rata setiap 500 wisatawan, terutama dari Singapura dan Malaysia, berkunjung untuk beribadah di vihara ini. Vihara Yayasan Dharma Sasana juga menjadi daerah tujuan wisata dan beberapa kegiatan keagamaannya diagendakan Dinas Pariwisata Kota Tanjungpinang mauoun secara nasional, seperti yang berlaku pada Pulau Penyengat yang berada di seberang laut dari vihara tersebut. 
7.      Patung – patung Dewa
a.      Dewi Kwan Im
Kwan Im  adalah penjelmaan Buddha Welas Asih di Asia Timur. Kwan Im sendiri adalah dialek Hokkian dan hakka yang dipergunakan mayoritas komunitas Tionghoa di Indonesia. Nama lengkap dari Kwan Im adalah Kwan She Im Phosat  yang merupakan terjemahan dari nama aslinya dalam bahasa Sanskerta, Avalokiteśvara. Terdapat beberapa legenda lainnya terkait tentang asal-usul Dewi Kwan Im. Dalam kitab Hong Sin Yan Gi / Hong Sin Phang (“Penganugerahan Dewa”) disebutkan bahwa sebelum ia dikenal dengan sebagai Dewi Kwan Im, ia dikenal dengan nama Chu Hang. Ia merupakan salah satu murid dari Cap Ji Bun Jin(12 Murid Cian Kauw Yang Sakti). 
Dalam kisah lain disebutkan bahwa pada saat Kwan Im Phu Sa diganggu oleh ribuan setan, iblis dan siluman, Kwan Im menggunakan kesaktianNya untuk melawan mereka. Ia berubah wujud menjadi Kwan Im Bertangan dan Bermata Seribu, dimana masing-masing tangan memegang senjata Dewa yang berbeda jenis.
Kisah Kwan Im Lengan Seribu ini juga memiliki versi yang berbeda, di antaranya adalah pada saat Puteri Miao Shan sedang bermeditasi dan merenungkan penderitaan umat manusia, tiba-tiba kepalanya pecah berkeping-keping. Buddha O Mi To Hud (Amitabha) yang mengetahui hal itu segera menolong dan memberikan "Seribu Tangan dan Seribu Mata", sehingga Kwan Im dapat mengawasi dan memberikan pertolongan lebih banyak kepada manusia.
Dalam sejumlah kitab Budhisme Tiongkok klasik, disebutkan ada 33 (tiga puluh tiga) rupa perwujudan Kwan Im Pho Sat dan disini saya beritakan hanya sebagian diantara tiga puluh tiga tersebut, antara lain :
1.      Kwan Im Berdiri Menyeberangi Samudera;
2.      Kwan Im Menyebrangi Samudera sambil Berdiri di atas Naga;
3.      Kwan Im Duduk Bersila Bertangan Seribu; 
4.      Kwan Im Berbaju dan Berjubah Putih Bersih sambil Berdiri;
5.      Kwan Im Berdiri Membawa Anak;
6.      Kwan Im Berdiri di atas Batu Karang/Gelombang Samudera;
7.      Kwan Im Duduk Bersila Membawa Botol Suci & Dahan Yang Liu;
8.      Kwan Im Duduk Bersila dengan Seekor Burung Kakak Tua.
Selain perwujudan Kwan Im yang beraneka bentuk dan posisi, nama atau julukan Kwan Im (Avalokitesvara) juga bermacam-macam, ada Sahasrabhuja Avalokitesvara (Qian Shou Guan Yin), Cundi Avalokitesvara, dan lain-lain. Walaupun memiliki berbagai macam rupa, pada umumnya Kwan Im ditampilkan sebagai sosok seorang wanita cantik yang keibuan, dengan wajah penuh keanggunan .Selain itu, Kwan Im Pho Sat sering juga ditampilkan berdampingan dengan Bun Cu Pho Sat dan Po Hian Pho Sat, atau ditampilkan bertiga dengan : Tay Su Ci Pho Sat (Da Shi Zhi Phu Sa) – O Mi To Hud – Kwan Im Pho Sat.

b.      Patung Kera Sakti dan kawan-kawan
Sun Go Kong,  (Sun Wu-k'ung ; bahasa Hokkian:Sun-gō·-khong / Sun-ngō·-khong) adalah tokoh utama dalam novel Perjalanan ke Barat. Dalam novel ini, ia menemani pendeta Tong dalam perjalanannya. Dan dalam cerita tersebut ia ditemani beberapa teman-teman lain diantaranya,  Pat Kai dan Wu Ching. Biksu Tong merupakan guru dari SunGoKong, Pat kai dan Wu Ching. Tugas mencari kitab suci ke barat ini merupakan tugas yang di berikan Dewi Kwan Im kepada Biksu Tong.

9.      Kepercayaan di Senggarang
Di Pulau Senggarang, ada satu nilai kepercayaannya yaitu melempar koin ke kepala Kura - kura. apabila koin yang dilempar tersebut pas mengenai kepala kura - kura maka orang tersebut akan mendapatkan keberuntungan. 

Komentar

Postingan Populer