Kuliner Tanjung Pinang yang membuat Kita Rindu
Selain Pulau Penyengat dan keindahan
alamnya, satu hal yang membuat saya rindu untuk selalu berkunjung ke
Tanjungpinang adalah karena kota ini memiliki banyak sekali kuliner
khas. Sebagai ibukota provinsi Kepulauan Riau kota Tanjungpinang telah
menarik berbagai macam etnis untuk tinggal dan memperkaya ragam budaya
dan kuliner di Tanjungpinang. Selain etnis Melayu sebagai etnis tempatan
(pribumi) terdapat etnis Tionghoa, Jawa, Batak, Minangkabau dan etnis
lain disini. Semuanya hidup membaur dalam toleransi. Berikut ini
beberapa kuliner khas Tanjungpinang yang bisa dicoba.
Kopi o, teh o, teh o beng
Seperti Aceh dan Belitong masyarakat
Tanjungpinang gemar menghabiskan waktu di kedai kopi. Secangkir kopi
telah menjadi alat pemersatu antara dua orang yang awalnya tidak saling
mengenal menjadi kawan akhrab hanya bermodal kopi. Setiap orang bisa
berlama-lama duduk di warung kopi tanpa harus takut diusir oleh pemilik
warung. Jika sedang berada di Tanjungpinang atau di Kepulauan Riau pada
umumnya kita bisa memesan kopi dengan istilah kopi O untuk kopi panas.
Jika tidak biasa minum kopi bisa juga memesan teh O beng (es teh manis)
atau teh O (teh panas). Sebutan yang cukup unik.
Melayu Square
Meskipun mengandung kata square
tempat ini bukanlah sebuah alun-alun, plaza atau pusat perbelanjaan
sekalipun. Melayu Square adalah pujasera di Tepi Laut, Tanjungpinang
dengan suasana pantai yang menyediakan berbagai macam makanan terutama
makanan Melayu dan Tionghoa dan seafood. Seafood dari Kepulauan
Riau dikenal memiliki citarasa yang enak karena ikan,udang dan cumi
yang diolah masih segar baru ditangkap dari laut.
Seafood andalan di Melayu Square adalah gonggong. Gonggong
adalah siput laut endemik yang hanya hidup di perairan Kepulauan Riau.
Cara memasaknya sangat sederhana yaitu direbus beserta rumah cangkangnya
sampai matang dan dihidangkan dengan dengan sambal kecap atau saus
pedas. Cara memakannya juga unik. Gonggong ditarik keluar menggunakan
tusuk gigi kemudian dicocolkan ke sambal.
Saya hanya sekali mencicipi gonggong.
Rasanya gurih dan agak kenyal mirip cumi. Satu hal yang membuat saya
jijik dengan gonggong adalah hewan ini mengeluarkan lendir ketika
dikeluarkan dari cangkang. Namun kawan saya yang penggila seafood sejati mengatakan hal itu bukan masalah justru menambah kenikmatan makan gonggong. Okelah, selera orang beda-beda hehe.
Otak-otak
Meski bisa ditemukan di berbagai tempat,
saya berpendapat otak-otak Tanjungpinang adalah otak-otak paling enak.
Otak-otak Tanjungpinang dibuat dari ikan atau sotong (cumi) yang masih
segar karena baru ditangkap dari laut. Tekstur otak-otak disini tidak
kenyal tetapi agak lembut karena tidak terlalu banyak memakai tepung
sagu. Dengan dibungkus daun kelapa dan bumbu yang khas aroma otak-otak
Tanjungpinang yang telah dipanggang sangat sedap dibandingkan dengan
otak-otak-otak dari daerah lain yang biasanya dibungkus daun pisang.
Harum baunya langsung menyergap hidung begitu pertama kita membuka
bungkusnya. Hm… :)
Di Tanjungpinang otak-otak bisa ditemui
di berbagai tempat terutama di Tepi Laut dan seputar pelabuhan. Harganya
sangat terjangkau yaitu Rp 1.000,- per bungkus.
Mie Lendir
Mie lendir? Mie pake lendir? Haha sama
sekali bukan. Namanya sangat unik dan mungkin membuat orang-orang
bertanya-tanya. Padahal mie lendir dibuat tanpa memakai lendir apapun.
Mie lendir adalah mie kuning besar yang direbus bersama taoge dan
dimakan bersama sebutir telur rebus yang dibelah dua. Mie ini kemudian
disiram dengan kuah kacang yang kental. Makanan ini hampir mirip
ketoprak. Saya belum pernah mencicipi tetapi kata teman saya rasanya
sangat lezat.
Coto Makassar
Meskipun bukan masakan asli
Tanjungpinang saya pertama kali mencicipi coto justru di Tanjungpinang
tepatnya di dekat lapangan futsal Jalan Basuki Rahmat. Rasanya yang
nikmat membuat saya ketagihan dengan masakan asli Makassar ini sampai
sekarang.
Coto adalah semacam sup kental bersantan
yang berisi jerohan dan daging sapi. Biasanya dimakan dengan ketupat.
Cara memakannya agak unik. Ketupat dibelah dua kemudian isi ketupat
disendoki sedikit demi sedikit sambil dicelup ke kuah coto. Saat saya
pergi ke Tanjungpinang terakhir kali saya mendapati bahwa coto Makassar
di jalan Basuki Rahmat telah pindah ke tempat lain, tidak tahu kemana ;(
Batang Buruk
Batang buruk merupakan penganan yang
menjadi oleh-oleh wajib dibeli jika berkunjung ke
Tanjungpinang. Mendengar namanya yang unik pasti banyak yang
bertanya-tanya seperti apakah wujud makanan ini. Kue ini merupakan kue
kering yang bercitarasa manis dilapisi gula bubuk.
Usia kue batang buruk konon telah
berusia ratusan tahun. Menurut legenda Wan Sinari seorang putri di
kesultanan Bintan pada jaman dulu jatuh cinta kepada seorang panglima
muda di kerajaannya. Sayangnya sang panglima telah mencintai adik Wan
Sinari. Untuk menghilangkan rasa sedihnya Wan Sinari menyibukkan diri
dengan menghabiskan waktu di dapur istana. Tanpa sengaja dia menemukan
kue yang mudah hancur jika dipegang. Kue ini akhirnya menjadi sajian
resmi istana. Banyak bangsawan yang makan dengan terburu-terburu
akhirnya malu karena kue yang dimakannya berhamburan di tangan sebelum
masuk ke mulut. Filosofi ‘biar pecah di mulut jangan pecah di tangan’
menggambarkan bagaimana seseorang harus berhati-hati dan memperhatikan
etika ketika makanan. Jika penganan tersebut berserak mencerminkan
betapa buruknya perilaku orang tersebut dalam kesehariannya. Sejak
itulah penganan tersebut dinamakan batang buruk yang antara nama dan
cita rasanya sangat berbeda sekali. Wah..dalam sekali filosofinya.
Batang buruk bisa dibeli di Jalan Sultan Mahmud Tanjungunggat, Tanjungpinang.
Komentar